Wednesday, January 29, 2014

Dilema Video Game

Dulu, video game hanya sebuah bisnis kecil, yang dikonsumsi anak-anak. Dan game-gamenya juga masih sederhana serta dangkal. Namun seiring dengan perkembangan waktu, kini konsumen produk game tidak lagi didominasi anak-anak.


Dari segi bisnis, game memang memiliki prospek yang menggiurkan. Namun di mata para orang tua, game merupakan musuh besar yang harus diberantas. Mereka menganggap jika anaknya sering bermain game, maka akan muncul dampak-dampak negatif. Seperti malas belajar dan nilainua jeblok, lalu kurang sosialisasi karena tiap hari hanya melihat TV, internet atau monitor PC, cenderung menirukan adegan kekerasan dalam game dan sebagainya.

Tapi para orang tua yang memusuhi game karena alasan-alasan konyol seperti itu, hanyalah orang tua yang kurang wawasan. Sebagai contoh kasus menirukan adegan kekerasan dalam game. Tiap game yang dirilis pasti memiliki rating. seperti Teen untuk anak SD, Mature untuk dewasa, 15+ everyone dan sebagainya. Orang tua yang punya wawasan tinggi, pasti tidak membiarkan anaknya memainkan game yang memiliki rating Mature.

Keponakan pemilik blog ini mendapat hal yang sangat positif dari game. Juara 1 dan 3 besar diraihnya di sekolah SD sampai SMA. Adiknya malah PMDK di Fakultas Sistem Informasi Universitas Indonesia. Semua aktifitas mereka dari pra sekolah tak terlepas dari main game sehari-harinya di rumah. Kakaknya di Desain Komunikasi Visual Univ Telkom, dan rencananya dua tahun lagi menyambung S2 ke Tokyo.

Kita harus berhenti menganggap game sebagai virus perusak. Karena dengan game pun, kita bisa menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman,  bahkan penghasilan. 

Adakah, sisi positif dar video game sampai game online sekalipun? Tunggu opini berikutnya ya....!
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment